Malam Pertama untuk Ayu
Malam pertama yang kunanti-nantikan tidak seindah
yang kubayangkan. Malam ini menjadi sebuah teka-teki silang yang harus terus
kupertanyakan. Semua hal tentang malam pertamaku menjadi sangat penasaran. Di
ranjang merah yang dihiasi bunga-bunga mawar dan selimut halus malah tidak tersentuh
sama sekali. Istriku yang kutung-tunggu kedatangannya juga tidak menunjukan
batang hidungnya. Bau tubuh ranum yang
selalu kucium dikala aku bersamanya juga tak terasa sampai ke jiwaku. Hangat
tubuhnya yang selalu kusentuh tak terasa dalam ragaku. Hanya sebuah foto manis
terpampang diatas ranjang kami yang membuatku tersenyum. Bunga-bunga mawar yang
masih bertebaran diranjang dan dilantai kami masih segar menyerbakkan wangi-wangian
khas pengantin baru. Ranjang merah ini seperti perawan yang takkan kusentuh
tanpa Ayu disampingku. Lampu kuning bernuansa remang membuatku tak tahan lama
menunggu kedatangan Ayu.
Akupun selalu memimpikan akan datangnya hari dimana
aku dan Ayu disatukan dalam sebuah ikatan cinta di atas ranjang merah kami.
Namun, semua tentang Ayu yang selama ini aku nanti-nantikan tidak seindah yang
kubayangkan sebelumnya. Aku masih menunggu jawaban atas penasaranku di atas
ranjang berwarna merah ini.
Semua orang-orang datang dalam acara itu. Teman-teman,
kerabat dekat, keluarga, sampai orang-orang yang tak kukenal berkumpul dalam
satu. Dimana ada sosok aku dan Ayu duduk di bangku paling depan didampingi oleh
kedua orangtua mempelai. Kami menjadi pusat perhatian semua orang. Dengan
pakaian adat jawa yang kental dengan batiknya berwarna cokelat kemerah-merahan.
Ayu yang memakai pakaian tradisional jawa sangat indah dan pantas dipandang
sebagai wanita pujaanku. Selama bertahun-tahun kami pacaran, aku sangat
memimpikan Ayu memakai pakaian itu dikala pernikahannya. Paras wajahnya dibalut
dengan dandanan yang padu dengan warna pakaiannya membuatku tak kuasa menahan
kedipan mata. Bibir kecilnya dihiasi warna merah marun yang membuatnya terlihat
lebih berani dengan senyumannya. Akupun tak kunjung henti melawan keberanian
senyumannya. Rambutnya pun dikonde seperti putri kebangsaan jawa. Sungguh mimpi
itu terwujud didepan mataku melihat dan merasakan suasana sakral yang sangat
bahagia. Suasana dimana semua orang-orang sangat bahagia melihat aku dan Ayu disatukan
dalam pelaminan.
Seluruh ruangan yang tadinya adalah rumah bapak dan
ibuku disulap menjadi ruangan yang penuh dengan bunga-bunga penuh mawar, mawar
merah, putih, kuning, tumpah dalam satu ruangan yang menyatukan kami. Kayu-kayu
jati khas jepara khusus dikirimkan dalam pelaminan kami sebagai aroma pendukung
suasana adat jawa. Bunyi-bunyi gamelan dan lantunan suara jawa menemani
tamu-tamu yang datang. Ada yang sibuk menyantap hidangan makanan, ada yang
sibuk menuliskan undangan didepan meja tamu, ada yang sibuk berfoto-foto, dan
sisanya menjabat tangan kami seraya memberi ucapan “selamat menempuh hidup baru”.
Sesuai dengan baliho dan papan ucapan yang ada disekitar ruangan dan diluar
rumah kami. Penuh dengan papan ucapan berukuran besar dengan hiasan bunga yang
menggantung dimana-mana. Semua bertuliskan Selamat Menempuh Hidup Baru.
Kami berdua dengan semangat menjabati tangan para
tamu yang datang tak kunjung henti. Senyum kami yang awalnya cerah lalu kering
karena menahan terlalu lama keceriaan ini tak henti-hentinya terus kami
tampilkan kebahagiaan dalam acara tersebut. kami berdua sangat bahagia. Ini
merupakan rangkaian acara terakhir kami. Dalam perkawinan sebuah adat jawa yang
sangatlah sakral dalam prosesnya dari mulai Upacara siraman pengantin
putra-putri, Upacara malam midodareni, Upacara akad nikah / ijab kabul, Upacara
panggih / temu, sampai sekarang resepsi pernikahannya. Semua orang-orang
berbahagia, diacara puncak resepsi pernikahan dan kami memberikan kebahagiaan
ini kesemua orang agar mereka tau bahwa aku dan Ayu akan terus selalu bersama.
Semua hal tentang perkawinan ini adalah
mimpi-mimpiku yang benar-benar terwujud. Namun, mengapa semuanya menjadi sangat
penasaran, ini seperti teka-teki yang mempunyai banyak kode yang aku tak tau
harus mencari jawabannya dimana. Seperti yang terjadi dalam ruangan ini diatas
ranjang berwarna merah. Semua menjadi teka-teki dalam perkawinanku. Bunga-bunga
yang masih perawan, selimut tipis, lampu kuning yang remang, dan dimana Ayu?
Aku tetap menunggunya dalam remang-remang.
Terakhir aku melihat Ayu sebelum pernikahan itu
terjadi aku masih bermanja-manja dengannya di taman yang biasa kami singgahi
ketika senja. Penuh dengan bunga-bunga mawar. Sama seperti mawar-mawar yang ada
di pelaminanku, semua tumpah berserakan dan bergelantungan di atas tangkainya.
Mawar merah, putih, dan kuning akan selalu mewarnai warna warni cinta aku dan
Ayu di senja itu. Hujan meneteskan kegembiraan kami di senja itu, seakan
memberikan kehidupan hanya diantara aku, Ayu, bunga, langit dan keindahan alam
yang ada di sekeliling taman ini. Perlahan awan hitam menyelimuti cerahnya
kehidupan kami. Hari yang mulai gelap lalu matahari meninggalkan senjanya. Ayu
dengan senyum indahnya dan matanya yang cokelat membuat kecerahan kembali
menyeruak dalam binar-binar matanya. Kami berdua terguyur dalam derasnya
kebahagiaan birahi. Malam itu kami kuyup dan mata kami yang sayu terus
berlarian menuju arah syahwati ditemani cahaya bulan yang menampakan lika-liku
kami. Kami terbuai oleh tawa dan canda, hanya semak dan gemercik hujan yang
mendengar desahan kami. Lalu kuantar Ayu ditengah hujan yang mengguyur keringat
kami untuk pergi dari taman itu.
Mungkin saat pelaminan itu adalah hari dimana aku
dipertemukannya kembali, Ayu masih sama seperti yang dulu. Sangat ayu
benar-benar ayu. Aku sangat bahagia melihatnya dengan pakaian tradisional adat
jawa yang aku mimpi-mimpikan sebelumnya. Ayu yang memakai pakaian tradisional
jawa memang sangat indah dan pantas dipandang sebagai wanita pujaanku. Akhirnya
selama bertahun-tahun kami pacaran, mimpiku melihat Ayu memakai pakaian itu
dikala pernikahannya terwujud. Paras wajahnya dibalut dengan dandanan yang padu
dengan warna pakaiannya membuatku tak kuasa menahan kedipan mata. Bibir
kecilnya dihiasi warna merah marun yang membuatnya terlihat lebih berani dengan
senyumannya. Akupun tak kunjung henti melawan keberanian senyumannya. Sungguh
mimpi itu terwujud didepan mataku melihat dan merasakan suasana sakral yang
sangat bahagia. Suasana dimana seharusnya semua orang-orang sangat bahagia
melihat aku dan Ayu dipelaminan. Pelaminan dimana seharusnya aku yang menjadi
sosok lelaki yang ada disampingmu dan itu bukan aku. Tapi Bayu si orang kaya
itu. Benar-benar bukan aku. Aku tau kenapa kau meninggalkanku dihari itu,
dimana kita berdua memadu cinta di bawah cahaya rembulan dan hujan gerimis. Aku
memang lelaki tak bertanggung jawab.
Semua ini benar-benar terwujud dalam mimpiku. Tidak
ada yang pantas dipertanyakan. Namun, dimana Ayu? Rasa penasaranku akan tetap
mempertanyakan itu! Aku akan tetap menunggunya. Disini di atas ranjang berwarna
merah yang aku mimpi-mimpikan untuk tidur bersamamu kembali.
“kau lihat foto inikan? Ini aku dan Ayu. Aku pernah
mencintainya dan aku akan tetap terus mencintainya” tak kuasa aku meneteskan
air mataku seraya mengingat air hujan saat kami berlari dibawah payung sinar
bulan dan binar-binar mata Ayu yang sayu.
“iya sudah sudah jgn bersedih, kau tahu kau ini
hanya pelayan makanan. Lihat lelaki itu pengusaha kaya, kita dibayar olehnya”.
Aku masih tak kuasa menerima kehilangan wanita ayu
dari dekapanku, Ayu namanya. Lihatlah nama itu terpampang jelas dimana-mana.
Kartu ucapan yang besar itu dengan hiasan bunga-bunga bertebaran dan
menggantung diatasnya bertuliskan Selamat Menempuh Hidup Baru Bayu dan Ayu.
Kenapa tidak namaku saja yang ada disana? Semua tentang mimpi-mimpiku terwujud.
Aku memang memimpikan Ayu dengan pakaian tradisional jawanya yang menawan dan
mempesona tapi bukan untuk duduk dalam pelaminan bersama orang lain.
“terjawab sudah penasaranmu? Ayo lekas bekerja
kembali! Tutup mulutmu dan ambil piring-piring kotor bekas tamu”. Lantas aku
pergi bekerja dan sesekali aku terus memandangi Ayu di depan pelaminan dengan
senyuman sayu yang tetap mengguyur bulan purnama kita.
Aku pun membalas senyumannya.
Comments
Post a Comment