Jejak Perjalanan Tapak Tupai ke Gunung Slamet Jalur Bambangan
Puncak Gunung Slamet |
Keindahan alam Indonesia adalah
sebuah alaasan kenapa kami ingin terus menjelajah Indonesia. Gunung Slamet
menjadi salah satu destinasi yang harus dikunjungi bagi pendaki. Tidak hanya
keindahan alam yang memanjakan mata, seakan Gunung Slamet memiliki daya pikat
tersendiri di antara gunung-gunung lain di Pulau Jawa. Gunung yang terletak
terletak di antara 5 kabupaten, yaitu Kabupaten
Brebes, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten
Tegal, dan Kabupaten Pemalang ini adalah gunung tertinggi
di Jawa Tangah dengan ketinggian 3428 mdpl dan merupakan gunung tertinggi kedua
di Pulau Jawa setelah Puncak Mahameru yang ada di Jawa Timur.
Saya tidak sendirian untuk
menikmati indahnya Gunung Slamet. Bersama dengan teman-teman Tapak Tupai lain
yang memiliki cita-cita dan tujuan yang sama untuk menikmati keindahan alam
sebagai identitas diri kecintaan kami kepada Indonesia. Sebab kami adalah
mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Sebermula dari pemesanan tiket
kereta jauh-jauh hari agar kami dapat memaksimalkan waktu yang singkat dengan
sebaik mungkin. Artinya semua harus direncanakan dengan matang. Berkat rekomendasi
kawan tapak tupai lain yang telah menjajaki puncak slamet yaitu Bro Komeng,
kami tertarik untuk mengulas lebih lanjut seperti apa medan dan kondisi alam
serta persiapan apa saja yang dibutuhkan di sana. Tiket sudah pasti penuh
apabila kita memesan satu bulan sebelum keberangkatan. Jadi sekitar dua bulan
sebelum keberangkatan, pastikan kita telah memesan tiket kereta untuk
keberangkatan dan sekaligus tiket untuk pulang kembali ke Jakarta.
Tiket kereta Api kelas ekonomi
menjadi andalan pagi setiap pendaki. Kereta Api Progo dengan harga Rp.
75.000 tujuan Pasar Senen (PSE) –
Purwokerto (PWT) telah didapatkan. Serta tiket pulang ke Jakarta yang juga
kelas ekonomi yaitu Kereta Api Kutojaya Utara dari Stasiun asal Purwokerto –
Pasar Senen dengan harga Rp. 80.000 juga telah didapat. Artinya kami telah siap
berangkat pada kamis malam jam 22.30 tanggal 19 November 2015 untuk sampai
keesokan harinya pada Jumat subuh jam 03.44 dan waktu pulang yang sudah
ditentukan pada tanggal 22 November 2015 jam 19.28.
Sebelum melakukan pendakian
tentunya kesiapan fisik, mental, dan materil harus sudah disiapkan. Bermula
dengan latian fisik seperti jogging, lari, dan berenang menjadi rutinitas
olahraga yang baik untuk ketahanan tubuh. Persiapan mental dengan mencari
serinci mungkin keadaan gunung yang ingin didaki. Segala informasi tentang
gunung keadaan alam, keadaan masyarakat, keadaan jalur pendakian, keadaan
budaya serta mitos yang ada di masyarakat harus kita ketahui agar mental pun menjadi
percaya diri. Selain itu persiapan materil juga penting, membawa
perlatan-peralatan umum pendakian, uang secukupnya dan memanfaatkan logistik
makanan bergizi yang kita bawa dari rumah untuk menghemat pengeluaran selama
perjalanan.
Setelah semua siap pada hari Kamis
tanggal 19 November 2015, kami berkumpul di Universitas Negeri Jakarta,
Rawamangun, Jakarta Timur. Di tempat inilah kegiatan menimba ilmu kami. Sebagai
sebuah arena pusat interaksi ini pula kami dapat bersatu sebagai satu tim
pendaki. Beranggotakan 4 orang (Nicko, Doni, Raka dan saya Bani) dan 1 ketua
yang merencanakan pendakian ini yaitu Bro Joni. Kami berlima berangkat dari UNJ
dengan metromini ke arah Stasiun Pasar Senen sekitar jam 21.30 biaya kendaraan
ini hanya cukup membayar Rp. 5.000 per orang. Sampailah di Stasiun Pasar Senen
sekitar pukul 22.00, kami langsung berbaris melalui pengecekan tiket dan kartu
identitas untuk segera masuk ke Kereta Api Progo yang akan berangkat pada pukul
22.30.
Sesampainya di Stasiun Purwokerto
pada hari Jumat 20 November 2015 dengan waktu sesuai jadwal sekitar pukul 04.00
subuh. Setelah keluar dari stasiun ini banyak jasa sewa mobil menawarkan
jasanya dengan harga yang relatif berbeda-beda. Untungnya kami sudah banyak
berkonsultasi dengan Bro Komeng yang pernah ke Gunung Slamet dengan akomodasi
sewa mobil ini. Sebab untuk menuju basecamp pendakian dengan menggunakan
akomodasi angkutan umum atau ngeteng
akan memakan banyak waktu serta biaya yang tak terduga. Maka dipilihlah sewa
mobil untuk mengantar kami ke pos basecamp pendakian jalur bambangan. Dengan
harga Rp. 250.000 kami mendapat satu mobil xenia sebagai alat angkut kami ke
tujuan. Untuk itungan per orang berarti satu kepala diitung Rp. 50.000 karena
kami berlima.
Tiba di basecamp sekitar pukul
05.30 pagi, seusai solat subuh dengan niat ingin berisitrahat karena perjalanan
yang cukup jauh juga waktu tidur yang kurang. Namun karena tidak bisa tidur
lagi dan melihat banyak pendaki yang sudah siap-siap dan memulai perjalanan.
Maka kami memutuskan untuk siap-siap dan bergegas untuk tracking sekitar jam 08.00. biaya pendaftaran yang kami berikan
kepada pos basecamp adalah Rp. 5.000 harga yang relatif murah untuk menikmati
keindahan alam Gunung Slamet.
Perjalanan dimulai dengan sebuah
gerbang jalur pendakian Gunung Slamet posko bambangan, sekitar pukul 08.00 pagi
kami melewati gerbang tersebut dan langsung disambut oleh kebun-kebun warga
dengan track yang lumayan nanjak dan panjang hingga sampai di lapangan bola.
Setelah melewati lapangan bola kami disuguhi oleh bermacam hutan pinus sampai
menuju pos 1 dengan estimasi waktu sekitar 3-4 jam.
Tak disangka, setelah sekian jam berjalan memikul carrier yang berat banyak pedagang yang menawarkan jajanannya di pos 1. Terutama semangka segar yang sangat menggiurkan memikat kami semua untuk mencicipi semangka tersebut. Harga dapat disesuaikan, buktinya dengan harga Rp. 10.000 kami mendapatkan 5 potong buah semangka. Istirahat sejenak sembari meregangkan kaki yang masih tegang. Tak lama kami beristirahat untuk menghemat waktu, sekitar pukul 10.00 kami melanjutkan perjalanan menuju pos 2 guna mengejar ngecamp di pos 5.
Setelah pos 1 perjalanan menuju pos
2 didominasi oleh hutan lebat dengan keadaan suhu yang lembab dari mulai
berkabut hingga mendung gerimis-gerimis kecil. Menuju pos 2 lumayan memakan
waktu hingga 2 jam lamanya karena perjalanan sedikit lebih menanjak
dibandingkan menuju pos 1. Tak mau kalah dengan pos 1, ternyata di pos 2 ini
juga ada pedagang yang menjual minuman dan sekedar menawarkan untuk sejenak
beristirahat.
Badan rasanya sedikit lebih lemas
dan tak karuan, sedikit sedikit berhenti lalu napas terengah-engah, mungkin
penyebabnya karena kurang tidur. Akhirnya kami memutuskan untuk sejenak makan
siang sekedar mengisi tenaga agar lebih prima. Bercengkrama sekaligus bertukar
pikiran bagaimana keadaan kami, dan semua sepakat karena melihat kondisi tubuh
yang kurang fit sehabis perjalanan panjang dari Jakarta menuju ke sini mengalami
kurang tidur maka kami memutuskan untuk ngecamp di pos 3 sebagai alternatifnya.
Pastinya melihat ketersediaan air yang cukup untuk masak dan minum, kami
semakin percaya diri dan memantapkan hati untuk istirahat dan bermalam di pos
3. Sekitar pukul 13.00 setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan menuju
pos 3.
Sekitar pukul 14.30 kami sampai di
pos 3, segera kami memasang tenda dan memasak makanan untuk mengisi perut yang
mulai kembali lapar. Kami berlima ambil bagian, ada yang sibuk mengurusi tenda,
dan ada yang sibuk membantu keperluan masak-memasak. Kami mulai menyantap
makanan dan setelah semua beres kami bergegas untuk istirahat dan tidur di
dalam tenda. Terang saja kami semua tertidur pulas hingga tak sadar semalam
hujan deras. Untungnya pilihan untuk ngecamp di pos 3 sangat tepat pasalnya
apabila kita memaksakan diri melanjutkan hingga pos 5 mungkin kami semua sudah
kehujanan dan kelaparan. Apalagi dengan mitos yang katanya jangan ngecamp di
pos 4 karena dianggap mistis oleh warga sekitar semakin menguatkan kami untuk
tetap bertahan dan beristirahat di pos 3.
Keesokan paginya di hari Sabtu 21
November 2015 kami bangun lebih awal sekitar pukul 05.00, tentunya badan serasa
lebih bugar, bersiap sarapan dan membereskan tenda. Seperti biasa, kami sudah
inisiatif terhadap tugas kami masing-masing. Setelah perut kenyang dan badan
kembali fit, kami siap melanjutkan perjalanan menuju pos 7 untuk mendirikan
tenda sekaligus sebagai tempat pemberhentian terakhir menuju puncak Gunung
Slamet.
Sekitar pukul 09.00 pagi kami
meluncur dari pos 3, tak berselang cukup lama kami sudah menemukan pos 5
sebagai pos pengambilan air yang kami butuhkan untuk masak-memasak dan minum di
pos 7 nanti. Sebab sumber air yang kami ketahui hanya ada di pos 5 ini. Sekitar
pukul 10.00 kami ada di pos 5 untuk sekedar bersantai, ternyata di pos 5 ini,
pedagang makanan dan minuman juga tetap eksis keberadaannya. Tapi tidak mau
kalah, kami pun mengeluarkan minuman sachet yang dapat diseduh seperti kopi dan
susu untuk mengisi energi kami. Lanjut setelah kami mengambil air di pos 5,
kami bersiap melangkah kembali menuju tujuan kami pada saat itu yaitu pos 7.
Akhirnya kami tiba di pos 7 sebagai tempat terakhir
bermalam kami. Sekitar pukul 13.00 kami sampai di sini dan mulai mendirikan
tenda dan mulai memasak untuk mengisi perut di waktu makan siang. Kebetulan pada
saat itu di pos 7 kondisi sedang sepi dan kami bebas memilih tempat yang
strategis untuk menenda saat itu. Nyatanya di pos 7 juga masih ada pedagang
yang menjajakan makanan dan minumannya. Tak tahan akan rayuan pedagang ditambah
lagi si bapak ini turut membantu kami membangun parit apabila hujan tiba agar
air yang tampias dari atas tanah tidak langsung turun ke tenda kami. Kami pun
membeli tempe medoan yang dibuatnya untuk menambah toping makan siang kami saat
itu yaitu Indomie Goreng Tempe Mendoan. Waktu yang tersisa cukup banyak selagi
menunggu untuk summit mengejar sunrise pada jam 04.00 subuh nanti. Kami pun
banyak menghabiskan guyonan dan tertawa bersama sekaligus mendengar kisah-kisah
kehidupan masing-masing dari kami sampai akhirnya membicarkan kisah-kisah orang
lain yang membuat hari itu semakin menarik. Tak terasa pula waktu sudah sore
dan hingga magrib pun pembicaraan semakin menarik.
Mie Goreng Tempe Mendoan Pos 7 |
Semakin sore pula, di pos 7 ini
semakin ramai dipadati pendaki yang berdatangan. Kami yang sudah mendirikan
tenda dari siang cukup lega melihat keadaan seperti ini. Hingga pada malam hari
tiba, sekelompok pendaki dari ITI (Institut Teknologi Indonesia) yang berasal
dari Jakarta juga tepatnya daerah Muncul, Tangerang Selatan mendatangi tenda
kami dan memberikan bakwan hangat yang lezat. Mereka menyebut dirinya Gaur
Explorer dan kebetulan selama perjalanan menuju pos 7 ini kami sering
berpapasan sambil bersenda gura antarpendaki. Tak heran saat mereka membawakan
makanan untuk kami, kami membuka pembicaraan semakin terbuka. Kebetulan juga
kami sedang memasak untuk makan malam, maka kebaikan mereka kami balas dengan
kebaikan yang lebih. Kami mengajak makan bersama, minum kopi, berdiskusi, bertukarpikiran,
tertawa, dan membahas kegiatan kami bersama.
Tak terasa waktu sudah larut malam
dan kami mulai mengganggu pendaki lain yang sedang asyik tertidur pulas. Akhirnya
kami mengakhiri perbincangan dan mulai menutup tenda sekitar pukul 22.00 malam.
Kami pun harus tetap menjaga badan agar tetap fit untuk proses menuju puncak
pada esok hari pukul 04.00 subuh.
Alarm membangunkan kami pukul 03.00
subuh di hari Minggu tanggal 22 november 2015, kami mulai bersiap-siap. Sambil
bersiap, kami sarapan untuk menghangatkan tubuh dan menambah energi dengan menu
sup cream macaroni. Tidak lupa membawa cemilan manis untuk mengisi energi di
perjalanan dan di puncak nanti, membawa air yang cukup, memakai pakaian yang
hangat dan menyalakan senter untuk penerangan jalan. Kami mulai start
perjalanan dari pos 7 sekitar pukul 04.00 subuh. Perjalanan dilalui cukup
padat, karena banyak pendaki lain yang memang mengejar waktu sunrise di atas
puncak Gunung Slamet.
Jarak antara pos 7 ke pos 8 tidak
terlalu jauh begitupun dari pos 8 menuju pos 9 sebab jalur semakin menanjak dan
didominasi tanaman-tanaman kecil seperti edelweis. Setelah dari pos 9 batas
vegetasi mulai terlihat, kami serasa di atas awan. Jalanan mulai berbeda, kami
menghadapi jalan bebatuan yang cukup padat dan keras dengan kemiringan sekitar
60 drajat.
Perjalanan kami rupanya kurang
memenuhi ekspetasi kami, sebab pemandangan didominasi kabut bahkan kabut ini
menutup pengelihatan kami dengan jarak pandang 100 meter. Tapi tidak masalah,
kami pun tetap melanjutkan perjalanan namun sayang kami hanya sekilas melihat
terbitnya sang fajar dari ufuk timur. Kami pun sejenak melihat keindahan alam
yang diberika Tuhan untuk kami. Sambil beristirahat di tengah perjalanan yang
miring, rupanya kami tidak berjalan beriringan. Semua berjalan sesuai kapasitas
dan kemampuan masing-masing. Pada saat inilah mungkin kesabaran dan ketahanan
mental akan terus diuji untuk menuju ke tempat yang ingin kita cita-citakan.
sang fajar sedikit memekikan cahaya di tengah kabut |
Perlahan tapi pasti langkah kaki
ini akan terus beriringan sejalan dengan nafas yang terus terengah-engah. Tak masalah
seberapa jauh kami melangkah kami harus tetap berjalan. Hingga sampailah kami
di puncak Gunung Slamet pada Pukul 06.00 pagi dan akhirnya kami dapat menikmati
suasana bersama meskipun kami tidak berjalan beriringan pada saat itu. Kami berlima
pun berpelukan dan bersyukur kami dapat berkumpul di atas puncak ini. Tak lupa
momen seperti ini harus diabadikan dan kami pun berfoto-foto di atas puncak
Gunung Slamet. Tak lupa pula kawan kami dari komunitas Gaur Explorer menyambut
kami di atas puncak ini dan kami kembali bercengkrama sambil menikmati seduhan
kopi dan jahe yang diberikan mereka.
berfoto bersama tim Gaur Explore dari ITI |
Puas kami menikmati anugrah Tuhan
melalui keindahan yang diberi ini meskipun saat itu kabut masih tetap menghiasi
pemandangan kami. Sekitar pukul 09.00 kami memutuskan turun gunung menuju pos 7
guna mengejar waktu kereta nanti malam.
Sekitar pukul 10.00 kami tiba di
pos 7, namun masalah menghantui kami dimana persediaan air kami hanya tersedia
1 litter. Akhirnya kami maksimalkan memasak tanpa air dan hanya memanfaatkan
minyak untuk menggoreng makanan yang dapat digoreng seperti kentang, nugget,
telur dan ayam. Alhasil kami tidak memasak nasi tapi diganti dengan kentang. Mau
tidak mau logistik yang kami bawa harus dihabiskan untuk mengisi energi kami
turun nanti dan guna mengurangi beban tas kami yang masih berat. Air yang cukup
hanya 1 litter ini kami maksimalkan untuk minum setelah makan. Nyatanya sumber air
hanya terdapat di pos 5 tapi guna menghemat waktu kami tidak mengisi air lagi
di pos 5. Solusinya adalah membeli air mineral yang dijual pedagang di pos 7. Dengan
harga yang cukup fantastis yaitu untuk satu botol berukuran 600ml seharga Rp 8
ribu, karena kami sudah kenal dengan bapak pedagang ini, kami memberanikan diri
menawar dengan harga Rp 20 ribu untuk 3 botol Aqua berukuran 600ml. Harga yang
pantas menurut saya ketika kami memubutuhkannya dan memang proses membawa
minuman sampai di atas sana itu tidak mudah. Akhirnya 3 botol ini kami
maksimalkan untuk air minum selama perjalanan turun.
Setelah perut kenyang, kami
langsung bersiap diri lalu membereskan tenda dan tidak lupa sampah yang kami
buat dibawa turun kembali. Sekitar pukul 13.00 kami langsung tancap gas dari
pos 7 menuju pos basecamp. Tidak memakan banyak waktu ternyata perjalanan turun
yang sangat dipaksakan ini dapat ditempuh dalam waktu 4 jam.
Akhirnya sekitar pukul 17.00 kami
sampai di pos basecamp dengan muka letih dan kelelahan. Namun yang jadi masalah
bukan hanya capek yang kami terima tetapi juga masalah angkutan yang membawa
kami ke stasiun Purwokerto tidak bisa menjemput. Untungnya kami dapat tumpangan
mobil bersama pendaki lain yang mempunyai tujuan ke Purwokerto. Dengan membayar
Rp. 40.000 per orang dengan mobil bak tertutup sudah cukup lumayan dari pada
tidak sama sekali sebab banyak diantaranya mobil-mobil yang ditawarkan melebihi
harga yang kami inginkan. Ditambah lagi dengan posisi kami yang harus tepat
waktu di stasiun pukul 19.30 untuk keberangkatan kereta kami ke Jakarta.
Tiba juga di stasiun Purwokerto dengan supir yang ugal-ugalan guna mengejar waktu sampai di stasiun tepat waktu. Kami pun langsung masuk ke stasiun dan mulai memasuki kereta tujuan Jakarta tepat waktu dan tidak telat. Kami pun sampai di Jakarta dengan selamat pada waktu yang sudah ditentukan yaitu pukul 01.00 pagi.
Comments
Post a Comment